Loader
 

Menaker Ida Tegaskan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja Tak Bisa Ditoleransi

Menaker Ida Tegaskan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja Tak Bisa Ditoleransi

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengajak semua pihak untuk serius dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja.

Sebagai langkah lebih lanjut, ia pun menerbitkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) Nomor 88 Tahun 2023 sebagai panduan bagi pengusaha, pekerja atau buruh, instansi pemerintah, dan masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanganan seksual di tempat kerja.

“Pelecehan seksual tidak dapat ditoleransi. Oleh karenanya, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja ini sangat membutuhkan pemahaman, perhatian, dan dukungan dari semua pihak,” kata Ida dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (10/6/2023).

Menurutnya, Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 penting untuk diterbitkan karena jumlah kasus dan korban kekerasan seksual di tempat kerja masih tinggi.

Berdasarkan data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, pada 2021, terdapat 389 kasus kekerasan seksual di tempat kerja dengan korban sebanyak 411 korban.

Kemudian, pada 2022, terdapat 324 kasus dan 384 korban. Hingga Mei 2023, jumlah kekerasan seksual di tempat kerja mencapai 123 kasus dan 135 korban.

Sementara itu, menurut survei International Labour Organization (ILO), kekerasan dan pelecehan di dunia kerja pada 2022 mencapai 70,93 persen dari total 1.173 responden. Mereka mengaku pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan dan pelecehan di tempat kerja.

Dari survei tersebut, sebanyak 69,35 persen korban mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan dan pelecehan.

Sementara itu, kekerasan dan pelecehan paling sering dialami korban adalah yang bersifat psikologis sebanyak 77,40 persen, disusul pelecehan seksual sebanyak 50,48 persen.

Sampai saat ini, jumlah korban kekerasan di tempat kerja masih didominasi oleh perempuan sebanyak 656 orang.

“Selain tingginya angka kasus dan korban, Kepmenaker ini diterbitkan untuk menyinkronkan dan menguatkan aturan sebelumnya agar pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja lebih optimal, serta dapat menjaga hubungan industrial yang harmonis dan produktif,” kata Ida.

Cakupan ruang lingkup Kepmenaker

Selain pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja, Kepmenaker itu juga mengakomodasi pengaduan, penanganan, dan pemulihan korban kasus tersebut. 

“Selain itu, diatur juga pembentukan, fungsi, dan tugas Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja,” imbuhnya. 

Dalam Kepmenaker tersebut juga dijelaskan sembilan bentuk kekerasan seksual, sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Adapun bentuk kekerasan seksual menurut UU TPKS meliputi pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

“Pelaku maupun korban dapat terjadi dari pihak pengusaha, pekerja atau buruh, dan orang lain yang berada di lingkungan kerja,” terang Ida.

Ia melanjutkan, pihak terkait dapat melakukan beberapa hal sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual. 

Beberapa hal tersebut, seperti memasukkan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, dan melaksanakan edukasi kepada para pihak di tempat kerja.

Kemudian, juga meningkatkan kesadaran diri, menyediakan sarana dan prasarana kerja yang memadai, serta mempublikasikan gerakan anti kekerasan seksual di tempat kerja.

“Oleh karenanya, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini membutuhkan peran semua pihak,” jelas Ida.

Untuk itu, lanjut dia, ia menegaskan kembali peran Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di perusahaan dalam Kepmenaker sebagai penyusun dan pelaksana program serta kegiatan sesuai kebijakan perusahaan.

Apabila mengalami kekerasan seksual di tempat kerja, ia mengatakan, korban, keluarga korban, rekan kerja korban, dan pihak terkait dapat melaporkan tindakan tersebut secara daring dan luring kepada Satgas yang dibentuk di perusahaan, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), ataupun kepolisian.

“Sedangkan penanganan (kekerasan seksual dapat) dilakukan dengan pendampingan terhadap korban sesuai peraturan perundang-undangan, pelindungan terkait pemenuhan hak-hak pekerja, serta sanksi oleh perusahaan dan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan,” jelas Ida.

Sementara itu, sanksi yang diberikan perusahaan kepada pelaku tindak kekerasan seksual di tempat kerja dapat berupa surat peringatan, pemindahan atau penugasan ke divisi atau bagian atau unit kerja lain.

Perusahaan juga dapat memberikan sanksi dengan mengurangi atau menghapus kewenangannya di perusahaan, pemberhentian sementara (skorsing), dan/atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Kami juga meminta upaya pencegahan dan penanganan ini dilaksanakan secara serius dengan memastikan bahwa pengaduan tersebut ditangani dengan segera dan tanpa diskriminasi,” ujar Ida.

Sumber: https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/06/10/12092761/menaker-ida-tegaskan-kekerasan-seksual-di-tempat-kerja-tak-bisa-ditoleransi

No Comments

Post A Comment